Menurut babat, Syeikh Mursyahadatillah yang nama ali ketika mudanya
Pangeran Walangsungsang adalah putra Raja Pajajaran IX, lengkapnya
Pangeran
Walangsungsang bin Prabu Siliwangi bin Raja Mundingkawati bin Angga
Larang bin Banyak Wangi bin Banyak Larang bin Susuk Tunggal bin Wastu
Kencana bin Lingga bin Linggahiang bin Ratu Sari Purba bin Raja Ciung
Wanara.
Disamping itu masih ada beberapa julukan lain, diantaranya adalah sebagai berikut :
1. Gagak Lumayung, Nama julukan ketika menjadi Pendekar
2.
Pangeran Cakrabuana, Nama julukan setelah berhasil menyempurnakan ilmu
cakrabirawa warisan dari MBAH KUWU SANGKAN dan babat tanah Cirebon
3. Somadullah, Nama julukan karena mampu menyelesaikan pendidikannya di Samodra Pasai dan Jazirah Arab
4. Abdullah Iman, Nama julukan yang diberikan sang Guru sekembalinya ia menunaikan ibadah Haji di Tanah Suci Mekkah
5. Sri Mangara, Nama julukan ketika ia di anggkat menjadi kuwu Cirebon menggantikan sang mertua Ki Gde Alang alang
6. Syeikh Mursyahadatillah, Nama julukan setelah menghabiskan hari-hari tuanya untuk kerja da’wah
Sementara
Ibunya bernama Ratu Subang larang atau Subang Rancang Putri Ki Gedeng
Tapa Mangkubumi Singapura atau Martasinga yang memeluk agama Islam di
Pesantren Quro Kerawang asuhan Syeikh Maulana Hasanuddin bin Yusuf Sidiq
Al Sinni.
Ibunya merupakan pelanjut perintisan Islam di Cirebon
hasil didikan pamannya yang menjadi peletak dasar tumbuh dan
berkembangnya penganut-penyiar agama Islam ditatar Sunda, dikenal
sebagai Syeikh Baharuddin alias Syeikh Maulana Syafiuddin alias Haji
Purwa alias Ki Gde Bratalegawa.
Pangeran Cakrabuwana lahir
dikeraton Pajajaran bertepatan dengan Tahun 1423 Masehi. Pada masa
mudanya ia memperoleh pendidikan yang berlatar belakang kebangsawanan
dan politik, kurang lebih 17 tahun lamanya ia hidup di Istana Pajajaran.
Setelah dewasa ia melarikan diri dari Istana dan pergi menuju Gunung
Dihyang yang terletak di Padepokan Resi Danuwarsih, masuk wilayah
Parahiyangan Bang Wetan. Resi Danuwarsih adalah seorang Pendeta Budha
yang menjadi penasehat Keraton Galuh, ketika Ibukota Kerajaan masih di
Karang Kamulyan Ciamis. Sulit dibayangkan bagaimana keteguhan Sang
Pangeran yang muslim, berguru kepada seorang Pendeta yang secara
lahiriah masih beragama Budha. Mungkin saja secara hakiki sang
Danuwarsih sudah Islam meskipun tingkah lakunya masih Hindu-Budha.
Tetapi yang Jelas kedatangan Putra Sulung Prabu Siliwangi di Padepokan
Gunung Dihyang disambut suka cita oleh pendeta Danuwarsih. Dan untuk
menyempurnakan kegembiraan tersebut, sang Guru menikahkan putrid
satu-satunya yang bernama Endang Geulis.
Darinyalah lahir seorang
putri yang bernama Nyai Mas Pakungwati yang kelak kemudian hari menjadi
permaisuri Kanjeng Sunan Gunung jati.
Menurut naskah Pustaka Negara Kretabumi, diterangkan bahwa tempat Padepokan Ki Gde Danuwarsih adalah Parahiyangan Bang Wetan.
Sementara
menurut penelitian Yosrph Iskandar yang diprakarsai LEMLIT UNPAS
disebutkan bahwa di kaki Gunung Dieng terdapat beberapa situs Pangeran
Cakrabuwana :
Pertama, Makam keramat Sembah Wali Tanduran, yang diduga bekas petilasan Sang pangeran pajajaran.
Kedua,
Makam Pajajaran dibukit Sigabung, diperkirakan petilasan tempat
Pangeran Cakrabuwana melakukan tafakur untuk mencari jati diri dan
Sangkan Paraning Dumadi.
Ketiga, Makam Pajajaran di Pacalan Kampung Sebelas, diyakini sebagai tempat tinggal Putra Mahkota Kerajaan Pajajaran.
Setelah
melihat peta lokasi, petilasan-petilasan tersebut dapat dihubungkan
melalui garis lurus, terbentang antara gunung Dieng sampai Cirebon.
Berdasarkan identifikasi tersebut, mungkin saja Pangeran Cakrabuwana
pernah tinggal di Padepokan agama Budha di datran tinggi Dieng atau
barangkali pada masa itu dataran tinggi Dieng masih termasuk wilayah
Parahiyangan Bang Wetan sebagaimana diterangkan dalam naskah Pustaka
Negara Kretabumi.
Disamping mendapatkan keturunan dari putrid Ki
Gde Danuwarsih, Pangeran Cakrabuwana juga memperoleh beberapa putra dari
istri yang lain yaitu :
1. Dari Putri Kamboja,
Nyai Mas Sejati dikaruniai 7 (tujuh) orang anak antara lain :
1. Nyai Mas Rara Kanda
2. Nyai Mas Rara Sejati
3. Nyai Jati Marta
4. Nyai jamaras
5. Nyai Mas Campa
6. Nyai Rasa Melasi
7. Nyai Mas Merta Singa.
2. Dari Putri Ki Gde Alang-alang,
Yang
bernama Nyi Mas Ratna Riris dikaruniai seorang anak yang bernama
Pangeran Carbon yang kemudian dibesarkan dibawah asuhan kakanya di
Cirebon Girang
3. Dari Putri Ki Gde Suranaya,
Penguasa
Sidapurna yang bernama Nyi Mas Wandansari dikaruniai seorang anak yang
bernama Maulana Arifin. Maulana Arifin inilah yang kelak berjodoh dengan
adiknya Ki Gde Loragung yang bernama Nyi Mas Ratu Selawati
Selain Panglima Ulung, Pangeran Cakrabuwana adalah pencipta Kebudayaan pasundan Islami.
Dalam
masa 4 abad lamanya yaitu menaklikan Pajajaran, Keraton Ayahandanya
yang Hindu. Karena itu ia diberi gelar kehormatan Pangeran Cakrabuwana.
Pangeran
Cakrabuwana mulai memerintah Cirebon pada tanggal 1 Suro tahun 1445
Masehi. Waktu itu ia belum mencapai usia 22 tahun. Memang masih terlalu
muda, tetapi ia mampu memegang kendali pemerintahan selama 38 tahun
sejak tahun 1445 hingga tahun 1479.
Pangeran Cakrabuwana, adalah
orang kuat dalam catatan sejarah Islam Tanah pasundan, ia bukan saja
dikenal sebagai penakluk dan Panglima Perang yang ulung dan sukses,
tetapi juga memiliki criteria kepeloporan Pengembangan Ilmu Pengetahuan
dan Peradaban yang sangat tinggi. Ia senantiasa menaruh perhatian besar
terhadap berbagai macam Ilmu Pengetahuan, Sastra dan Seni Budaya,
melestarikan dan mengembangkannya.
Ayahnya, Prabu Siliwangi telah
mencurahkan perhatian dan mendidiknya dengan Ilmu Kemiliteran, Politik
dan Kesaktian sejak kecil. Dan demi mencerdaskannya ia diserahkan
kepada ulama-ulama besar pada zamannya yang menguasai bidang kajian Ilmu
Agama Islam, Sastra, Falak dan Kesaktian. Mereka adalah :
Syeikh Qurotullain, Syeikh Nurjati, Syeikh Bayanillah, Ki Gde Danuwarsi, Ki Gde Naga Kumbang dan Ki Gde Bango Cangak dsb.
Ketika
Prabu Siliwangi masih memerintah di Kerajaan Pajajaran, Pangeran
Cakrabuwana sebagai anak masih menaruh rasa hormat dan segan kepada
Kerajaan Pajajaran. Tetapi ketika Ayahandanya telah tiada, rasa hormat
dan keseganan Cirebon kepada pajajaran menjadi sirna. Prabu Surawisesa
sebagai penerus Sang Prabu Siliwangi benar-benar harus berpikir dan
bekerja keras untuk mempertahankan kejayaan Kerajaan Pajajaran.
Panji-panji
Islam mulai berkibar di Cirebon, Kuningan, Majalengka, Indramayu,
Subang, Sumedang, Purwakarta, Kerawang, Priangan, Bogor yang kemudian
merambat ke BANTEN.
Dengan demikian wilayah Keraton Cirebon menjadi
satu antara bagian utara dan selatan, antara Cirebon dan Banten. Dan
Ibukota Kerajaan Cirebon dipindahkan ke Lemah Wungkuk. Disanalah
kemudian didirikan Keraton baru dinamakan Keraton Pakungwati.
Sumber-sumber
setempat menganggap pendiri Keraton Cirebon adalah Pangeran
Cakrabuwana. Namun, orang yang berhasil meningkatkan statusnya menjadi
sebuah Kesultanan adalah Syeikh Syarif Hidayatullah yang oleh Babad
Cirebon dikatakan identik dengan Sunan Gunung jati. Sumber ini juga
mengatakan bahwa Sunan Gunung jati adalah keponakan dan pengganti
Pangeran Cakrabuwana. Dialah pendiri dinasti Raja-raja Cirebon dan juga
Banten.
Sementara kehidupan Pangeran Cakrabuwana dimasa tuanya
memang sesuai dengan kehidupan orang-orang darwis. Ia selalu mengembara
ke berbagai tempat. Sekali waktu ia diberitakan berada di pajajaran dan
dijuluki sebagai Garantang Setra Walangsungsang . Pada saat lain lagi
diberitakan pula bahwa ia sudah berada di bagian kulon jawa dikenal
dengan julukanPangeran Gagak Lumayung, dan pada kesempatan lain ia sudah
berada di kawasan Cirebon terus dikenal dengan nam Syeikh
Mursyahadatillah. Di bagian Jawa Barat bagian Selatan ia mengumumkan
dirinya dengan nama Sunan Rahmat Suci.
Akhirnya pada Tahun 1529
masehi, Pangeran Cakrabuwana yang dikenal dengan Syeikh Mursyahadatillah
pulang Kerahmatullah. Kehilangan “Wong Agung Cirebon Seuweu Siliwangi”.
Pangeran
Cakrabuwana alias Haji Abdullah Iman alias Somadullah alias Syeikh
Mursyahadatillah yang sangat disegani dikawasan timur, mempengaruhi
suasana duka kerabat Keraton Cirebon. Dialah yang sebenarnya direstui
Sri Baduga Maharaja Siliwangi untuk menjadi Penguasa Kerajaan Pakungwati
Cirebon sebagai Sri Mangana.
Dialah peletak dasar fondasi Islam di
Jawa Barat. Tanpa bimbingan dan kerelaan hati dirinya, tidak myngkin
Syeikh Syarif Hidayatullah naik tahta menjadi Susuhunan Jati, walaupun
didukung oleh para Wali Songo lainnya. Dialah sebagai pelindung posisi
Syeikh Syarif Hidayatullah sebagai anak adiknya, dan sekaligus sebagai
menantunya.
Pangeran Cakrabuwana atau Mbah Kuwu Sangkan atau
Syeikh Mursyahadatillah dimakamkan di Keramat Gunung Sembung yang telah
dibangun sebelumnya di atas Komplek Masjid yang tiang sakanya merupakan
hadiah Syeikh Maulana Hasanuddin bin Yusuf Sidiq Al Sinni yang lebih
dikenal sebagai Syeikh Quro Kerawang. Masjid inilah yang kemudian
popular dengan MASJID CIPTARASA.
KISAH perjalanan KUWU SANGKAN
Penulis : Unknown on Senin, 21 Januari 2013 | 08.18
ARTIKEL LAIN dolapdolop:
If you enjoyed this article just click here, or subscribe to receive more great content just like it.
Label:
legenda
Langganan:
Posting Komentar (Atom)