Pekan-pekan ini jagat warta dipenuhi persoalan metafisika. Dari
santet yang pro-kontra masuk dalam pembahasan revisi KUHP, dan Adi Bing
Slamet yang ‘marah’ membuka kedok Eyang Subur. Adakah dukun itu?
Benarkah santet itu?
Saya tersenyum mendengar paparan ‘penyadaran’ Adi Bing Slamet. Saya
juga tergelak tatkala kakak Iyut ini menceritakan Nurbuat melakukan
ritus aneh. Tapi adakah syarat aneh dan tingkah aneh itu aneh di
kalangan selebritas kita? Tidak ! Di balik glamoritas para artis dan
aktris kita, keanehan itulah yang ‘momong’ batin mereka. Juga di balik
garang dan arogansi para penguasa, ada figur aneh yang berperanan
‘menjaga’ eksistensi mereka.
Dalam dunia mistik dikenal dua jagat. Jagat cilik dan jagat gede.
Makrokosmos dan mikrokosmos. Makrokosmos dikaitkan dengan tampilan
phisik. Sedang mikrokosmos diasosiasikan sebagai batin. Phisik kuat
taklah kuat tanpa ditopang keyakinan. Tapi sebaliknya, keyakinan kuat
akan mengalahkan phisik yang lemah. Itulah yang disebut spirit, yang
mempunyai energi ekstra dalam menghadapi berbagai aral dan onak
kehidupan.
Eksistensial dua jagat ini tidak pernah bertemu. Itu karena jalan yang
harus dijalani memang beda. Yang satu dihidupi ambisi dan keinginan
bersifat duniawi. Yang satu lagi disemaikan spirit melepas dominasi
duniawi. Disiplin dua-duanya pun beda. Yang satu bertumpu pada akal,
kalkulasi logis, berseberangan dengan hitung-hitungan rasa. Jika kelak
berhasil, maka yang satu berkuasa atas raga, sedang yang lain berkuasa
terhadap batin.
Kekuatan keyakinan yang bersifat metafisis ini menurut saya tidak
mengenal agama, apalagi politik. Sebab dasar kekuatan itu terletak pada
tingkah-laku. Kebaikan yang semakin baik akan menambah kekuatan itu,
dan kebaikan yang tercoreng keburukan akan mendegradasinya. Prinsip
‘ngelmu kuwi ginawa kanthi laku’ (ilmu itu terbawa dari tingkahlaku)
seperti suratan Mangkunegara IV dalam Wedhatama terasa benar.
Ada apologia terhadap pandangan ini. Dulu di kalangan Nahdlatul Ulama
(NU), saban tiga atau enam bulan sekali dilakukan demo membacok tubuh
atau menggoreng sesuatu di kepala. Itu lancar saja berpuluh-puluh
tahun. Tapi sejak ‘politik’ dan ‘akal’ menggerogori batin mereka, maka
semua demo itu berakhir di rumah sakit. Gagal! Ini yang membuat demo
seperti itu sekarang dihilangkan.
Saya juga pernah hidup dalam komunitas Suku Sasak di Rambanbiak. Dusun
ini dikenal sebagai ‘dusun mistik’. Orang sakit tak perlu dibawa ke
dokter, tapi melalui ritus penyembuhan yang disebut Pakon. Di tempat
ini juga bisa dipakai sebagai wisata menuju ‘alam lain’. Syarat ritus
harus dipatuhi, akal harus dibuang jauh, dan yang tak masuk akal itu
akhirnya ‘faktual’.
Saya juga pernah berbulan-bulan hidup bersama Suku Bunak di Pulau
Timor. Saya kenal dengan kepala sukunya (Kesar), sarjana, dan rasional.
Namun karena dia kepala suku, dia wajib memimpin ritus suku untuk
melakukan ‘penyembahan’ terhadap Uis Pah, Uis Neno, dan Uis Oel. Dewa
Tanah, Dewa Matahari, dan Dewa Air. Tiga ritus itu yang paling berat
adalah untuk persembahan Uis Neno. Itu harus dilakukan di puncak bukit
tegak lurus sambil membawa kerbau atau kambing.
Saya heran bercampur kagum tatkala sang kepala suku yang rasional itu
bisa melakukan hal yang muskil itu. Namun saat santai, sang kepala suku
ini jujur bicara pada saya, bahwa dia sendiri juga heran dengan apa
yang dilakukan. “Saya hanya bilang pada diri sendiri, saya kepala suku,
saya ikuti petuah tetua adat, dan ternyata yang menurut logika tak
logis itu akhirnya bisa saya tunaikan. Saat-saat seperti itu saya
seperti kehilangan kesadaran,” akunya.
Di Bali, seorang balian (dukun) tak sulit untuk mengidentifikasi korban
laka-lantas atau pembunuhan. Dengan cara mistik mereka dengan gampang
merekonstruksi kejadian itu. Jasa ini yang acap dipakai aparat penegak
hukum jika kesulitan melakukan pelacakan. Dengan demikian, jika
dirunut, masalah mistik memang masih lekat dengan berbagai suku di
negeri ini.
Malah di Banyuwangi, ada rumah mewah di pinggir jalan, yang kalau Anda
tahu profesinya akan membuat bulu kuduk Anda berdiri. Itu adalah rumah
tukang pelet. Pelet dalam istilah Banyuwangi adalah santet. Mencelakai
orang melalui benda-benda tertentu yang dikirim ke dalam tubuh korban,
agar yang bersangkutan binasa. Dan praktek seperti ini masih banyak di
berbagai daerah Jawa Timur bagian timur ini. Namun adakah dengan fakta
itu ancaman hukumannya harus dimasukkan dalam KUHP?
Saya setuju dengan yang tak setuju praktek ini dimasukkan dalam revisi
KUHP. Sebab jika dilakukan, maka akan banyak fitnah yang masuk
pengadilan. Toh untuk menangkal praktek ini cukup mudah bagi yang mau
berbuat baik dan beribadah secara benar. Selain, tentu, pasal ini
bertolak belakang dari asas hukum, yang bersendi pada bukti material.
Dukun dan santet memang ada dan menjadi bagian dari kehidupan bangsa
ini. Banyak yang percaya ‘dunia gaib’ ini, tersebar dari pejabat tinggi
negara sampai rakyat jelata. Saking banyaknya pasien mereka, maka
banyak pula aksi tipu-tipu. Tak salah jika Orang Jawa menafsirkan dukun
itu sebagai kependekan ‘yen ono udune dirukun’. Kalau ada uangnya
diakrabi.
Terus bagaimana dong mengukur dukun itu baik dan tidak? Gampang. Karena
profesi dukun adalah untuk mencari pahala, soal akherat, maka
spiritualis yang benar adalah yang tidak minta duit untuk pekerjaannya.
Itulah spiritualis sebenar-benar spiritualis. Spritualis yang dijamin
sakti
Home »
photo photo lucu
» warso dukun santet
warso dukun santet
Penulis : Unknown on Jumat, 14 Juni 2013 | 06.44
ARTIKEL LAIN dolapdolop:
If you enjoyed this article just click here, or subscribe to receive more great content just like it.
Label:
photo photo lucu
Langganan:
Posting Komentar (Atom)