Namaku Nia, saat itu usiaku 18 tahun dan aku baru saja lulus dari SMU.
Aku memang belum pernah menceritakan detail diriku. Nama lengkapku
Lavenia, ya aku memang lahir dari darah campuran, papi-ku orang
Indonesia dan mami-ku dari swedia. Aku lahir di Swedia, ketika ayahku
bekerja sebagai duta Indonesia disana. Aku bisa dibilang memilki wajah
indo, paling jelas terlihat di hidungku yang mancung, bibir tipis
menghiasi mulutku dan tulang pipiku yang dibilang paling menarik oleh
teman-temanku serta rambut yang panjang lurus sepunggung. Selain rajin
merawat wajah, aku juga selalu merawat tubuhku, aku suka sekali fitness
di gym, atau sekedar jogging pagi-pagi setiap hari minggu. Hal itu
membuat tubuhku langsing dan terawat, selain tentunya aku juga diet.
Aku
memutuskan untuk melanjutkan studi-ku ke Australia, Namun tahun
pelajaran di Australia belum dimulai, aku terpaksa menunggu sekitar 2
bulan sebelum aku berangkat kesana. Jadilah aku menganggur di rumah
sambil menunggu saat itu tiba.
Saat ini Di rumahku sedang ada
renovasi, Papi ingin membuat dua buah kamar lagi di lantai atas yang
diperuntukkan sebagai kamar tamu, letaknya bersebelahan dengan kamarku.
Oh iya, aku adalah anak tunggal, saat itu papi-ku sedang berdinas keluar
negeri, yaitu ke swedia, dan mami ikut kesana untuk mengunjungi
saudara-saudaranya yang tinggal disana, sebenarnya aku ditawari ikut,
tapi aku menolak karena malas, entah kenapa aku ingin sekali menikmati
waktu-waktu ku di rumah sebelum aku berangkat ke Australia. Di rumah aku
tidak sendirian, ada seorang pembantu wanita yang telah lama bekerja di
rumahku, mbak Siti, dan 5 orang kuli bangunan yang bekerja merenovasi
rumahku. Sebenarnya ada juga supir dan tukang kebun yang juga bekerja di
rumahku, namun mereka berdua sedang pulang kampung.
5 orang kuli
bangunan itu ramah terhadapku, aku pun mengenal mereka dengan baik
karena mereka sudah 3 hari bekerja di rumahku. Si pemimpin namanya pak
Hasan, pria 40 tahunan dengan badan besar dan agak gendut dan kulit
hitam serta kumis tebal di bawah hidungnya. Ada juga si Asep pemuda 30
tahunan berbadan ceking, tiga lainnya Udin, Jamal, dan Ronny yang
berusia sekitar 20 tahunan. Mereka semuanya ramah dan rajin sekali dalam
bekerja, namun aku tidak menyadari pikiran-pikiran kotor dibalik
keramahan mereka.
Pagi itu Mbak Siti meminta izin padaku untuk
mengunjungi keponakannya yang sakit keras di Cirebon, dan katanya ia
akan pulang selambatnya keesokan harinya. Sebenarnya aku agak ragu
memberikan izin itu padanya, namun wajahnya yang memelas membuatku tak
tega, akhirnya ia pun berangkat pagi itu juga. tinggallah aku sendiri
bersama 5 orang kui bangunan itu di rumah, tidak apalah pikirku aku
cukup berani di tinggal sendirian aku kan sudah bukan anak kecil lagi.
Saat
itu sekitar jam 9 pagi dan aku sedang bermain basket di halaman
belakang rumahku. setelah agak lelah aku beristirahat di teras belakang
rumahku. Kudengar pak Hasan memanggilku.
“Non, non Nia…”
“Iya ada apa pak?” jawabku
“Ini non, kami mau istirahat sebentar sambil nonton-nonton VCD di ruang keluarga boleh?”
“Oh iya ngga apa-apa pak…hidupin aja”
“Baik, terima kasih non” pak Hasan pun menghilang dari pandanganku.
Aku
pun segera naik ke kamarku untuk mandi kemudian tidur siang.
Sayup-sayup kudengar irama musik dangdut mengalun dari ruang keluarga.
Pasti dari CD yang diputar pak Hasan dan yang lain pikirku, dasar
orang-orang kampung.
Jam 12-an siang aku terbangun. Entah kenapa
perasaanku agak gundah, setelah mencuci muka aku beranjak ke CD
playerku, aku ingin sekali mendengarkan artis favoritku Norah Jones. Aku
pun terlarut di kamarku terbuai oleh lagu-lagu favoritku.
Entah
kenapa aku teringat sesuatu, yaitu VCD hasil rekaman handy cam-ku
bersama sahabat-sahabatku ketika aku mengerjai adik kelasku Sherry di
sekolah tidak terdapat dalam tumpukan koleksi CD-ku. Akupun terkejut,
ini memang kebodohanku sendiri yang suka menaruh barang-barang penting
seasalnya saja. Hatiku mulai gundah, bagaimana kalau mami-ku atau
papi-ku menemukannya. Namun aku mulai berpikir mungkin mbak Siti yang
suka membereskan kamarku yang memindahkannya, aku akan segera
menelponnya, namun sebelum aku beranjak ke pesawat telepon aku mendengar
ketukan pada pintu kamarku.
“Siapa ?” tanyaku.
“Pak Hasan non Nia” jawab suara dari balik pintu, aku pun bergegas membukanya.
Pak
Hasan dan teman-temannya berdiri di depan pintu kamarku sambil
menyeringaikan senyum. Aku pun merasakan hal yang tidak beres terjadi,
hatiku berdegup kencang.
“Ada apa pak ?” tanyaku.
“He..he..enggak non, barusan kami liat film yang non buat…” wajah pak Hasan menyeringai.
“Iya, yang ada tulisan ‘Sherry’nya di kotaknya itu loh non…” Ronny menambahkan sambil tersenyum mengerikan.
“Iya, non disitu bagus banget loh mainnya…kita sampe…sampe ngaceng Non he..he…” Pak Hasan menambahkan lagi.
Sekejap jantungku berdegup kencang, ternyata VCD itu mereka yang temukan. Habislah aku.
“Bapak dapat itu dari kamar saya kan ? kenapa bapak masuk-masuk kamar saya tanpa izin ?!!” aku mulai marah.
“Tenang Non, non ngga mau kan sampe papa dan mama non tau CD ini ?” Pak Hasan mengernyitkan dahinya.
“Jangan macam-macam ya pak, saya bisa lapor polisi !!” aku mengancam.
“Kalo
non lapor polisi, bukannya non yang malah rugi, gini deh Non, non kasih
aja maunya kita…” Pak Hasan berusaha menyudutkan aku.
“Ok, bapak mau uang berapa, sebut saja, nanti saya ambil dulu di ATM…”
“Bukan, bukan uang non…” Pak Hasan memotong pembicaraanku.
“Tapi….” wajahnya kembali menyeringai lalu berbisik padaku.
Akhirnya
aku hanya bisa pasrah, mereka ingin sekali menikmati tubuh remajaku
yang belum pernah mereka rasakan sebelumnya. Aku pun tidak bisa
menghindar lagi, aku rela mereka menikmati tubuhku ketimbang mereka
melaporkan ini pada mami dan papi, saat itu aku tidak bisa berpikir
panjang, kemauan mereka kuturuti.
Aku pun menelepon Sherry yang saat
itu masih bersekolah di kelas 2 sebagai perjanjian dengan 5 kuli mesum
yang juga ingin menikmati tubuh mulus Sherry. Aku terpaksa berbohong
padanya bahwa aku ingin mengajaknya pergi shopping sorenya, makanya
sepulang sekolah aku menyuruhnya langsung ke rumahku.
Kini aku
berbaring diatas tempat tidurku mengenakan kaos tanpa lengan dengan
celana pendek ketat. 5 kuli-kuli mesum itu pun mulai melaksanakan aksi
mereka. tak henti-hentinya mereka mengagumi tubuhku sambil tangan-tangan
mereka merambah bagian-bagian sensitif dari tubuhku.
“Non Nia emang punya body yang bagus he..he…berapa umurnya non ?” tanya Asep.
“De…delapan belas…” jawabku.
Hatiku
berdebar ketika tangan-tangan itu membelai paha dan betisku dengan
lembut. Perasaan takut dan jijik bergejolak di hatiku menghadapi
perkosaan 5 kuli kasar ini yang sedang mengerubungi tubuhku.
“Memang beda ya sep, ABG gedongan sama perek kampung…” Jamal berkata.
“ya iyalah, Bego lo mal, ini kan non Nia pasti beda lah rasanya, jauh lebih terawat, ya kan non ?” Asep tersenyum padaku.
Perlahan
pak Hasan melucuti kaos tanpa lenganku, sementara Asep dan Jamal masih
sama membelai-belai sambil menciumi paha putihku, mereka terbuai oleh
kemulusannya. Setelah melucuti kaos ku pak Hasan sentak membuka BH
putihku, membiarkan udara dingin AC meyentuh kulit payudaraku yang
berukuran 34B.
“he…he…Toketnya oke juga non, bapak udah pernah
ngerasain yang lebih gede dari ini, tapi ngga yang semulus dan seindah
punya non he…he…” Pak Hasan kulihat terpesona dengan keindahan
payudaraku. payudaraku memang tidak besar tapi karena aku sering berolah
raga bentuknya kencang dan padat, dengan kulit putih yang selalu
kurawat dan puting kemerahan.
5 kuli mengerubutiku diatas tempat
tidurku yang kecil, membuatnya jadi sesak, sehingga aku sulit bernafas,
aku meronta-ronta tapi Udin meraih kedua tanganku ke atas lalu
mengikatnya dengan ikat pinggang yang ia pakai ke ujung ranjang sehingga
aku pun semakin memberontak.
“Cukup pak, cukup…atau saya teriak…”
“tenang non, tenang…ingat VCD itu non, kalo papa mama non tau, bagaimana…” Pak Hasan berusaha menenangkan aku.
Ah, alangkah cerobohnya aku, jika saja aku menyimpan VCD itu di tempat yang aman ini semua tidak akan terjadi.
“Tenang
ya non Nia, nikmati saja…” pak Hasan dengan kasar meremas payudaraku
sementara Jamal dan Asep yang sudah bernafsu mulai menanggalkan celana
pendekku.
Aku masih saja memberontak ketika tangan pak Hasan dengan
kasar meremas payudara kananku sementara Udin memilin puting payudara
kiriku, kemudian mereka pun bersamaan menjilati putingnya. Tidak sampai
disitu mereka meyapu seluruh permukaan payudaraku dengan jilatan-jilatan
erotis dan menghisap putingnya seolah ingin menyusu dari puting
payudaraku. Di tengah pemberontakanku, tubuhku bergetar menghadapi
rangsangan-rangsangan itu.
Sementara Jamal dan Asep sudah
menanggalkan celana dalamku, aku dapat merasakannya dari udara dingin AC
yang menyentuh kemaluanku. Aku juga selalu merawat kemaluanku, setiap
aku mandi selalu kubersihkan dengan sabun khusus agar tetap bersih dan
harum. Ini kulakukan agar pacar-ku saat itu, David, tidak mau berpaling
dariku.
Tiba-tiba saja aktivitas mereka terhenti oleh bunyi bel dari
pagar rumahku. Pak Hasan mendekap mulutku agar aku tidak berteriak. Ini
pasti Sherry pikirku, kuharap ia tidak sendirian, mebawa seorang teman
atau lebih baik lagi kalau ia membawa pacarnya Ivan. Pak Hasan memberi
tanda kepada Jamal dan Asep yang bergegas menuju pintu pagar. Pintu
pagar ke kamarku memang jauh, rumahku bisa dibilang luas halaman depan
diisi garasi 4 mobil dan sebuah taman besar sementara halaman belakang
diisi lapangan basket kecil dan kolam renang. Jarak rumahku dan rumah
tetangga juga bisa dibilang cukup jauh, karena besarnya halaman rumah
yang kumiliki, sekencang apapun ku berteriak, kecil kemungkinannya
didengar oleh tetangga-tetanggaku.
Tiba-tiba saja suasana kamarku
sepi, kulihat wajah Udin, Ronny dan pak Hasan yang resah menunggu Asep
dan Jamal. Aku memanfaatkan momen ini untuk mengambil nafas sejenak. Tak
berapa lama pintu kamarku terbuka, kulihat Sherry masuk masih
berseragam SMA ditemani Jamal dan Asep. Ia nampak Shock melihat aku yang
telanjang bulat sedang dikerubuti 3 orang berwajah kasar diatas tempat
tidur.
“Tenang non Sherry…tenang…” pak Hasan menghampirinya lau
membisikkan sesuatu ke Sherry, sepertinya ia memberitahukan perjanjian
yang kubuat dengan mereka.
“Tapi ni…gue…” wajah Sherry memelas menatapku.
“Maafin
gue Sher, ini salah gue…maaf…” air mata menetes dari mataku seketika
hatiku terasa ditikam pisau ketika aku tahu aku mengkhianati sahabatku
sendiri.
“Nggaa !!! Tolooongg !!” Sherry berteriak kencang sambil
berusaha melarikan diri, namun dengan sigap Asep dan Jamal meraih
tangannya.
Sherry meronta-ronta sambil menangis, Jamal mendekapnya berusaha menenangkannya.
“Sher, udah…ngga usah ngelawan !!! biar ini cepat selesai…” aku berusaha menenangkan Sherry diantara isak tangisku.
“Lo
sahabat gue kan ? Sher, gue mohon, maafin gue, tolongin gue Sher…”
Sherry menatapku dengan tatapan mengiba namun juga diselingi kemarahan
kulihat air mata mengucur deras di pipinya.
Sherry meronta lagi tapi
tidak sekuat sebelumnya, Jamal menghempaskan tubuh Sherry ke Sofa tak
jauh dari tempat tidurku. Jamal, Asep dan pak Hasan berusaha
menenangkannya.
“Nah sekarang lanjut lagi…” kata pak Hasan, ia
berpindah dari sofa menuju tempat tidurku, ia bertukar tempat dengan
Udin yang menuju ke sofa.
“Non Nia, tadi sampai dimana…”pak Hasan tersenyum mengerikan menghadap wajahku.
Kata-kata
kotor keluar dari mulutku sambil kudengar Sherry meronta-ronta dan
berteriak-teriak minta tolong. Pak Hasan mengambil posisi di hadapan
vaginaku, sementara Ronny kembali menyergap rakus puting payudaraku. Pak
Hasan meraih kedua pahaku dibukanya lebar-lebar, sehingga membuat
posisiku mengangkang.
“Non, bapak cobain ya…” pak Hasan mulai
memainkan jarinya di permukaan vaginaku, ia membuka bibir vaginaku
sambil tangan satunya menjelajahi pahaku hingga pangkalnya. Ia
mengorek-ngorek vaginaku dengan jarinya sambil memainkannya.
Aku
mendesah dan meronta, sementara Ronny dengan liar menyapu permukaan
payudaraku dengan lidahnya, kemudian menyusuri perut sekitar pusarku,
naik lagi ke payudara, kemudian beralih keketiakku, leher sampai
akhirnya berakhir di bibirku. Ronny memaksaku membuka mulut, tanpa
kusadar kulayani permainan lidahnya di bibirku.
Keringat mulai
membasahi tubuh telanjangku, meski ruangan kamar ini ber-AC. Eksplorasi
lidah dan jemari Ronny pada tubuh bagian atasku, serta permainan jari
pak Hasan pada vaginaku dan sentuhan-sentuhannya pada paha, pinggul,
serta pantatku membuat birahiku berdesir. Rontaanku pun melemah ketika
lidah pak Hasan mulai membasuh bibir vaginaku yang yang bersih dan
ditumbuhi bulu halus yang jarang.
Aku melirik ke Sherry, kulihat
tubuhnya melemah ketika tiga orang kuli itu menikmati bagian-bagin
tubuhnya. Rok SMU-nya tersingkap sementara Jamal ada disana menikmati
kemulusan dan putihnya paha Sherry yang berkulit lebih putih dari aku,
ia juga keturunan indo, hanya saja papa Sherry orang Amerika, tubuhnya
langsing mulus tanpa cela, wajahnya imut-imut meskipun ia duduk di kelas
2 SMU orang masih mengira ia anak SMP. Rambut Sherry panjang sebahu
dengan warna agak kemerahan.
Kulihat payudara Sherry tidak lepas dari
permainan 3 kuli itu. BH-nya sudah terletak di lantai, tersisa seragam
SMU yang telah terbuka kancingnya serta tangan-tangan Udin dan Asep yang
meremas kedua bongkahan payudara Sherry yang montok dengan puting merah
muda itu. Payudara Sherry memang lebih besar dari milikku dengan
bentuknya yang kencang dan menggoda, dan kurasa itulah hal yang sangat
menarik cowok-cowok di sekolahku untuk membicarakannya.
Pak Hasan
kulihat mulai menelanjangi dirinya, begitu juga dengan Ronny. Aku
melihat penis Ronny yang menegang itu mendekati wajahku.
“Ayo non, isep non…” Ronny memerintahkanku mengoral penisnya.
Perintah
Ronny tidak kukabulkan, ia masih saja memaksa penisnya dengan
menempelkannya ke wajah dan bibirku, aku meronta menoleh kekiri dan
kanan untuk menolaknya. Tiba-tiba saja kurasa tamparan mendarat di
pipiku, kulihat wajah Ronny yang berang mengerikan.
“Ayooo !!! isepp
nooon !!!” wajah Ronny kulihat sangat mengerikan dan satu tamparan
mendarat lagi di pipiku, aku tak punya pilihan, jantungku berdegup
kencang, kubuka mulutku.
Ronny memaksa penisnya memasuki mulutku,
sampai membuatku tersedak dan ingin muntah menghirup aroma penisnya.
Perutku mual, namun tidak lama kemudian Ronny mulai memompa penisnya di
bibirku. Aku tidak dapat melihat pak Hasan dengan jelas, karena tertutup
Ronny namun kurasakan pada vaginaku ia sedang menggesek-gesekkan
penisnya disana. Aku tidak dapat melihat sebesar apa miliknya, namun
perkiraanku miliknya jauh lebih besar dari milik pacarku saat itu David.
Lagi-lagi
kulirik Sherry, kulihat ia dalam posisi duduk di sofa, kedua tanganya
direntangkan sambil dipegangi Udin dan Asep, sementara Jamal
memposisikan wajahnya dihadapan kemaluan Sherry yang sudah tanpa celana
dalam sambil tangannya memaksa Sherry mengangkang. Kulihat vagina Sherry
yang bersih tanpa bulu-bulu itu sedang dibasuh oleh jilatan-jilatan
dari lidah Jamal, kulihat bibir vaginanya memerah dan mengkilat karena
air liur Jamal. Kulihat pinggul Sherry bergerak kesana kemari, wajahnya
terlihat ketakutan sambil menggumam tak jelas.
Ronny menghentikan
pompaannya, ia mencabut penisnya dari mulutku, aku sedikit bisa bernafas
sambil terbatuk-batuk. Ronny lalu membuka simpul ikat pinggang yang
diikatkan ke tempat tidurku, namun kedua tanganku masih terikat, aku
tidak tahu apa rencana mereka selanjutnya. Tiba-tiba pak Hasan mendekap
tubuhku dan mengangkatnya, ia memindahkanku ke kamar mandi yang juga
terletak di kamarku ini. Ia meletakkan tubuhku diatas Bath tub-ku yang
memang luas ukurannya dengan posisi terlentang. Ronny kembali mengikat
tanganku kehandle yang terletak disana.
Tiba-tiba pak Hasan
menyalakan Shower yang terletak diatas bath tub-ku. Siraman air dari
shower itu membasuh tubuhku dan membuatku kedinginan. Tak berapa lama
seluruh bagian tubuhku basah kuyup, kulihat pak Hasan berdiri tegak
diatasku dengan penisnya yang mengacung keras, akhirnya aku dapat
melihat bentuknya dengan jelas, memang ukurannya besar sekali, jauh
lebih besar dari milik pacarku ataupun milik Andre, penjaga sekolahku
yang juga punya penis besar.
“Non, sekarang bapak mau rasain memek non ya…”
“Jangan pak…ampun….” aku memohon ampun pada pak Hasan, namun ia kelihatan tidak memperdulikannya.
Ia
meraih kedua kakiku dengan tangannya kemudian merentangkan kedua kakiku
hingga pahaku menyentuh dadaku. Sebentar ia melihat ke arah vaginaku,
aku hanya bisa memberontak pelan, tubuhku lemas akibat dinginnya air
yang membasuh tubuhku.
Pak Hasan akhirnya membimbing penisnya menuju
vaginaku. Meski aku melakukan perlawanan ia tetap berusha menembus bibir
vaginaku dengan penis besarnya.
“Ooougghh…Rapet banget sih memeknya non, susah nih masuknya…” gerutu pak Hasan.
“Ampuun pak…jangan perkosa saya…” aku hanya bisa memohon.
“Dipaksa aja pak” Ronny yang menonton memberi saran pada pak Hasan
Tiba-tiba
pak Hasan menyentakkan pinggulnya berusaha menembus lobang sempit itu,
aku merasakan sensasi nikmat luar biasa sambil merasa kesakitan yang
sangat, aku pun berteriak kecil.
Dengan beberapa hentakan lagi pak
Hasan berhasil membenamkan penisnya di lubang vaginaku. Aku merasakan
kenikmatan dicampur rasa jijiik harus menghadapi lelaki bejat ini.
Perlahan
pak Hasan memompa penisnya di lubang vaginaku, aku merasa denyutan
penisnya memijit dinding-dinding vaginaku yang menjepit erat penisnya.
Tanpa sadar akupun mulai terbuai menikmati permainan ini, Mulutku mulai
mengeluarkan desahan-desahan yang semenjak tadi kutahan. Sementara Rony
dengan santai melihat persetubuhanku dengan pak Hasan sambil merokok dan
duduk di kloset WC.
Pak Hasan mempercepat gerakannya, dengan
gaharnya ia menggenjot tubuhku yang lemah ini di bawah pancuran air
shower. Aku hanya bisa meringis kesakitan sambil mendesah dan menggumam.
“eemmhh…ssst….aaah…pak…ssstt…aaah… ” desahan-desahanku membangkitkan birahi pak Hasan untuk menggenjot tubuhku lebih keras.
Posisiku
menghadap ke pintu kamarku, sejenak kulihat keadaan Sherry. Sherry
sudah dipindahkan ke atas tempat tidurku kulihat posisi tubuhnya
menungging dengan pantatnya terangkat keatas dan wajahnya tepat berada
di selangkangan Asep, posisi tubuhnya membelakangi aku, pasti Sherry
sedang dipaksa mengoral penis Asep pikirku. Meskipun masih memakai
seragam dengan seluruh kancingnya terbuka, bagian bawah tubuhnya sudah
telanjang, Sherry hanya mengenakan kaos kaki panjang hampir selututnya
dan sepatu ketsnya. Kulihat bongkahan pantat Sherry yang putih dan seksi
itu sedang menerima penyiksaan dari Jamal dan Udin. Mereka menamparkan
penggaris plastik panjang milikku ke permukaan kulit pantat Sherry.
Terkadang kulihat pinggul Sherry bergetar menahan sakit ketika penggaris
itu menampar pantatnya yang menungging keatas. Kuihat juga bekas-bekas
tamparan penggaris itu berupa jalur-jalur merah dipermukaan kulit pantat
Sherry yang putih mulus itu.
Tiba-tiba saja aku tersentak, karena
genjotan pak Hasan makin kencang, dengan rakusnya ia menciumi wajahku
sambil tangannya dengan liar meremas payudaraku. Tubuhku
tergoncang-goncang dengan liar, sementara sodokan pak Hasan kian kuat,
sekitar 5 menit sudah persetubuhan ini berlangsung, Aku mulai merasakan
getaran-getaran orgasme.
Benar saja, berselang beberapa detik, aku
merasa seluruh tubuhku bergetar, sensasi yang jarang kurasakan
sebelumnya, otot-ototku serasa mengembang meberi kenikmatan luar biasa,
aku meraih orgasmeku. Sementara pak Hasan masih saja menggenjot lubang
vaginaku.
“Aaaaghhh…bapak keluar ni non…”
“Jangan di dalam pak…jangan…” Aku buru-buru meminta.
Pak Hasan segera mencabut penisnya dan menumpahkan spermanya diatas selangkanganku, sperma yang kental sekali.
Tubuhku
serasa hancur, lemas sekali, sementara air pancuran itu masih saja
membuatku menggigil. Sepertinya aku tidak bisa bangkit dari tempat itu,
ketika pak Hasan keluar dari bath tub itu, sementara kulihat Ronny
menyeringai menuntut gilirannya. Tubuhku terasa lemas sekali saat Ronny
perlahan mengangkat tubuhku dari bath-tub. Ia menggendongku menuju koset
kemudian duduk disitu. Pak Hasan beranjak keluar untuk melihat keadaan
Sherry.
Aku duduk dipangku oleh Ronny di kloset itu, saling
berhadapan lalu ia mengalungkan tanganku yang terikat ke bahunya,
kemudian meremas remas payudara dan pantatku.
“waaah non
Nia….tubuhnya mulus banget…” 2 tangan Ronny menjelajah seluruh bagian
tubuhku mulai dari pantat, pinggul, pinggang, paha dan payudaraku yang
kesemuanya dalam keadaan basah.
“Wangi juga lagi non…waaah ngga tahan saya nih….” Ronny menghirup wangi tubuhku.
“Sudah
cukup pak…ampun…saya udah ngga kuat lagi…” aku memohon pada Ronny
karena tubuhku terasa lemas semuanya, namun Ronny hanya menanggapi
dengan senyuman mengejek.
“Enak aja non, pak Hasan kan udah…sekarang giliran saya…”
Sesaat
kurasa sebuah benda hangat bergesekan dengan vaginaku, aku langsung
mengetahui bahwa Ronny siap menyetubuhiku. Perlahan benda itu terasa
makin membesar saja, Ronny mengangkat tubuhku sedikit, kemudian
tangannya menuntun penisnya menembus lubang vaginaku yang memang sudah
basah. Ia tidak menemukan kesulitan menembus lubang vaginaku, idak
seperti pak Hasan tadi. Sensasi baru menjalari tubuku, ketika dinding
vaginaku menjepit erat benda hangat berdenyut-denyut itu.
Beberapa
detik Ronny membiarkanku menarik nafas, kulihat wajahnya tersenyum
keenakan. Ia menciumi bibirku dengan rakus, kemudian memainkan tangannya
pada bongkahan pantatku dengan meremasnya lalu turun menelusuri kulit
mulus pahaku yang masih basah. Ronny sedikit mendorong tubuhku ke
belakang untuk menikmati kenyalnya payudaraku denagn bibirnya lalu
menghisapi puting kemerahan itu.
Ronny mulai menggoyang pinggulnya
perlahan, penisnya terasa bergerak-gerak di dalam vaginaku. Menghadapi
“serangan-serangan” Ronny ini aku mulai panas, rasanya berbeda dengan
pak Hasan yang memperlakukanku dengan kasar. Tanpa kusadai kulayani
permainan lidahnya di bibirku dengan lidahku. Aku juga mulai menikmati
genjotan-genjotan Ronny yang memompa penisnya di vaginaku.
Panas
mulai merasuki tubuhku, keringat ku bercampur dengan air yang masih
membasahi tubuhku sejak tadi. Ronny mempercepat persetubuhan ini,
genjotannya terkadang perlahan terkadang cepat. Membuat aku semakin
kepayahan. Kurasa hampir 5 menit peretubuhan ini berlangsung namun tidak
kulihat adanya tanda-tanda orgasme dari Ronny, sementara aku akhirnya
memperoleh orgasme pertamaku. Kudengar samar-samar di luar kamar mandi
Sherry mengerang dan mendesah, kurasa ia juga sedang menghadapi hal yang
sama denganku.
Tiba-tiba saja kulihat Jamal masuk ke kamar mandi, ia cukup iri melihat Ronny yang sendirian saja menikmati tubuh ABG muda ini.
“Oi Ron, curang lo sendirian aja, bagi-bagi donk…” Jamal meminta bergabung dengan Ronny sambil melepas celananya.
“Ayo mal, hajar aja ni cewe, belakangnya masih kosong tuh” Ronny memperbolehkan Jamal bergabung.
Aku
hanya tertunduk lemas ketika Jamal mendorong sedikit punggungku, dan
dari belakang ia mencoba memasukkan penisnya ke lubang anusku. Aku tidak
dapat melihat dirinya, yang kurasa hanya nyeri di sekitar lubang
pantatku ketika Jamal dengan paksa memasukkan penisnya kesana. dengan
bantuan tangannya ia merah pinggulku untuk memudahkannya memasukkan
penisnya.
Kurasakan nyeri yang luar biasa ketika penis itu perlahan
menembus lubang pantatku, aku berteriak, namun Jamal tidak menghentikan
aksinya, sementara Ronny beristirahat dari genjotannya untuk
mengumpulkan energi lagi.
“******, Ron sempit banget ni lubang pantat, seret aahh…” Jamal menekan kembali penisnya.
“Aaaakh…Sudah
pak cukup, jangan disitu, AAAkkkhhh…” aku berteriak berkali-kali
menahan perih yang mendera kedua lubang itu. Beberapa saat kemudian
Jamal berhasil membenamkan penisnya di lubang pantatku. Setelah menarik
nafas sejenak, Jamal dan Ronny mulai menggenjot tubuhku. Awalnya dengan
irama pelan, mereka bergantian menggenjot vagina dan lubang pantatku.
“Mmmhhggg…Aaaghhh…Ron lo mesti cobain ni lubang pantat, seret banget…aaaghhh..” racau Jamal kepada Ronny.
“Aaghh…Memeknya juga nikmat mal, basah, masih sempit lagi..” balas Ronny.
Sial
pikirku, aku berada diantara tubuh 2 kuli kasar yang sedang menyetubuh
tubuh mudaku yang kurawat selama ini. Namun perlahan aku merasakan
sensasi baru disetubuhi 2 orang di saat yang bersamaan. Meskipun perih
kurasakan, namun kenikmatannya setimpal dengan penderitaan yang
kurasakan.
“mmhhh…aaahh…aaaahh…sshhtt…aaah…” desahku terucap mewarnai pemandangan aneh ini.
Cukup
lama juga mereka menyetubuhiku, lebih lama dari pak Hasan tadi. Sampai
akhirnya Jamal menahan gerakannya kemudian mencabut penisnya dari lubang
pantatku lalu memuncratkan spermanya di atas bongkahan pantatku, saat
itu juga aku berorgasme sambil meliukkan tubuhku. Tubuhku jatuh lemas di
pangkuan Ronny yang masih menggenjot vaginaku, Jamal sepertinya sedang
membersihkan sisa-sisa sperma pada penisnya di bath tub. hanya berselang
puluhan detik kemudian, kurasa tubuh Ronny menegang ia memekik perlahan
kemudian menyemburkan spermanya di dalam vaginaku. aku baru teringat
ini bukan masa suburku, untung saja pikirku.
Aku dan Ronny duduk
terdiam diatas closet sambil mengumpulkan tenaga, kudengar
desahan-desahan dan erangan-erangan dari arah kamar, Sherry pasti juga
sedang disetubui pria-pria maniak itu. Tak lama kemudian Udin dan Asep
yang belum menikmati tubuhku menghampiri aku dan Ronny di kamar mandi.
“Udah selesai Ron? gantian ya kita pake…” Udin memberi tanda kepada Ronny
Ronny
hanya menganggukkan kepala dan membiarkan aku yang sudah lemah diangkat
oleh Asep dan Udin menuju kamarku. Di kamarku kulihat Sherry tergeletak
di lantai dengan posisi menungging, sementara pak Hasan dengan liar
menggenjot vagina Sherry dari belakang. Aku diletakkan bersebelahan
dengan Sherry dengan posisi terlentang. Udin meraih pahaku kemudian
mengangkangkan kakiku. Setelah puas menikmati payudaraku, Udin
menyetubuhiku dalam posisi missionary.
Aku melihat Sherry tampak
kepayahan disebelahku, aku berpikir betapa senangnya lima kuli kasar ini
bisa meyetubuhi 2 remaja SMA yang kini tergeletak bersampingan. Setelah
Udin menyemburkan spermanya di atas payudaraku, Asep gantian
menyetubuhiku. Hal yang sama juga terjadi pada Sherry, kita berdua
dipakai bergiliran oleh lima pria maniak itu.
Pemerkosaan ini
berakhir malam hari sekitar jam 9, ketika pintu pagar dibuka oleh mbak
Siti yang pulang lebih cepat dari dugaan, karena tidak mendapatkan tiket
kereta ke kampungnya. Namun 5 kuli itu sudah membuat perjanjian dengan
aku dan Sherry untuk merahasiakan perbuatan biadab mereka dan VCD
milikku mereka sita untuk berjaga-jaga. Kini aku tidak tahu lagi kabar
mereka, yang pasti aku dan Sherry sudah melupakan kejadian mengerikan
yang terjadi waktu itu karena kecerobohanku dan aku tetap bersahabat
dengannya.
Home »
cerita dewasa
» 5 kuli bangunan telah memperkosaku | cerita sex
5 kuli bangunan telah memperkosaku | cerita sex
Penulis : Unknown on Senin, 19 November 2012 | 12.24
ARTIKEL LAIN dolapdolop:
If you enjoyed this article just click here, or subscribe to receive more great content just like it.
Label:
cerita dewasa
Langganan:
Posting Komentar (Atom)